Pancasila Dalam BerDemokrasi
Pancasila Dalam BerDemokrasi
Istilah
demokrasi itu sendiri, tidak termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, yang
memuat Pancasila. Namun, esensi demokrasi terdapat dalam Sila keempat
Pancasila, Kedaulatan Rakyat yang dipimpin oleh hikmah kebijaksnaan
berdasar Permusyawaratan/ Perwakilan. Sejauh apa demokrasi kita
merupakan perwujudan Sila keempat itu ?
Pancasila yang mempunyai
hierarki dalam setiap sila-sila dalam pancasila yang mempunyai wujud
kepedulian terhadap bangsa Indonesia. Sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang
Maha Esa”, yang mempunyai arti bahwa negara dan bangsa Indonesia
mengakui adanya Tuhan dan Mempercayai agama dan melaksanakan
ajaran-ajaran agama yang dianut oleh bangsa Indonesia. Sila yang kedua
sampai sila kelima merupakan sebuah akisoma dari sisi humanisme bangsa
Indonesia itu sendiri. Dengan masyarakat Indonesia yang dikatakan
heterogen, yang mempunyai kebudayaan, bahasa, suku yang berbeda-beda,
maka pancasila inilah yang menjadi sebuah kekuatan untuk mempersatukan
masyarakat yang heterogen ini (bhineka tunggal ika). Pancasila tidak
memandang stereotype suatu suku, suatu adat, atau budaya. Integrasi
masyarakat yang heterogen menjadi masyarakat yang homogen dapat terwujud
bila adanya rasanya persatuan dan kesatuan. Dinamika masyarakat yang
heterogen menjadikan kekuatan Indonesia dalam menjadikan sebuah yang
dinamakan “bangsa”, tetapi dapat menghancurkan Indonesia itu sendiri
bila tidak ada rasa untuk bersatu.
Demokrasi, sebuah kata sakti
dalam beberapa tahun terakhir. Sebuah kata yang setiap Negara/ bangsa
selalu mengagungkannya. Saking saktinya kata tersebut sampai memiliki
pengaruh yang luar biasa hebatnya. Meskipun sebagian masyarakat tidak
paham apa sebenarnya yang didemokrasi, kekuasaan-kah, Keadilan-kah,
Pendidikan-Kah atau Cuma pendapat/aspirasi saja. Kalau demokrasi
diartikan sebagai kebebasan dalam mengeluarkan pendapat, berarti itu
hanya demokrasi dalam lingkup mengeluarkan pendapat. Lalu dimanakah
letak Demokrasi Pendidikan? Demokrasi Keadilan? Demokrasi beragama? (ya
binggung kalo sudah begini).
Ketika para pendiri bangsa ini
merumuskan UUD 1945, sudah tentu ingin memberikan system ketatanegaraan
yang terbaik bagi bangsa ini. Yang terbaik itu, adalah yang sesuai
dengan kondisi bangsa yang sangat plural, baik dari aspek etnis, agama
,dan sosial budaya. Bahwa kedaulatan ditangan rakyat, mekanismenya
berdasar Permusyawaratan/ Perwakilan. Sudahkah esensi demokrasi seperti
itu diterjemahkan dalam kehidupan demokrasi kita? Sudahkah UU Pemilu
kita benar – benar merujuk pada esensi demokrasi yang dicita – citakan
para pendiri bangsa ini? Sudahkah mekansime demokrasi yang kita tempuh
dalam setiap pengambilan keputusan merujuk ke esensi demokrasi yang kita
cita-citakan ?
Kalau wujud demokrasi yang telah kita laksanakan
ternyata berbeda-beda (sejak demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila
dan demokrasi di era Reformasi) demokrasi yang mana yang sesuai atau
paling sesuai dengan esensi demokrasi sebagaimana termaktub dalam Sila
keempat Pancasila? Cukupkah alasan, bahwa demokrasi kita sekarang ”
kebablasan”, menjadi ” democrazy” dan karena itu harus diluruskan
kembali?
Mengenai
sila keempat daripada Pancasila, dasar filsafat negara Indonesia, yaitu
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyarawatan / perwakilan dapat diketahui dengan empat hal sebagai
berikut :
- Sila kerakyatan sebagai bawaan dari persatuan dan kesatuan semua sila, mewujudkan penjelmaan dari tiga sila yang mendahuluinya dan merupakan dasar daripada sila yang kelima.
- Di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar, sila kerakyatan ditentukan penggunaannya yaitu dijelmakan sebagai dasar politik Negara, bahwa negara Indonesia adalah negara berkedaulatan rakyat.
- Pembukaan Undang-undang Dasar merupakan pokok kaidah Negara yang fundamentil sehingga dengan jalan hukum selama-lamanya tidak dapat diubah lagi, maka dasar politik Negara berkedaulatan rakyat merupakan dasar mutlak daripada Negara Indonesia.
- Dasar
berkedaulatan rakyat dikatakan bahwa,”Berdasarkan kerakyatan dan dalam
permusyarawatan/perwakilan, oleh karena itu sistem negara yang nanti
akan terbentuk dalam Undang-undang dasar harus berdasar juga, atas
kedaulatan rakyat dan atas dasar permusyarawatan/perwakilan”. Sehingga
Negara Indonesia adalah mutlak suatu negara demokrasi, jadi untuk
selama-lamanya.
Sila
ke-empat merupakan penjelmaan dalam dasar politik Negara, ialah Negara
berkedaulatan rakyat menjadi landasan mutlak daripada sifat demokrasi
Negara Indonesia. Disebabkan mempunyai dua dasar mutlak, maka sifat
demokrasi Negara Indonesia adalah mutlak pula, yaitu tidak dapat dirubah
atau ditiadakan.
Berkat sifat persatuan dan kesatuan daripada
Pancasila, sila ke-empat mengandung pula sila-sila lainnya, sehingga
kerakyatan dan sebagainya adalah kerakyatan yang berke-Tuhanan Yang Maha
Esa, Yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan
Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demokrasi
langsung juga dikenal sebagai demokrasi bersih. Disinilah rakyat
memiliki kebebasan secara mutlak memberikan pendapatnya, dan semua
aspirasi mereka dimuat dengan segera didalam satu pertemuan.
Jenis
demokrasi ini dapat dipraktekkan hanya dalam kota kecil dan komunitas
yang secara relatip belum berkembang, dimana secara fisik memungkinkan
untuk seluruh electorate untuk bermusyawarah dalam satu tempat, walaupun
permasalahan pemerintahan tersebut bersifat kecil.
Demokrasi
langsung berkembang di Negara kecil Yunani kuno dan Roma. Demokrasi ini
tidak dapat dilaksanakan didalam masyarakat yang komplek dan Negara yang
besar. demokrasi murni yang masih bisa diambil contoh terdapat
diwilayah Switzerland.
Mengubah bentuk demokrasi murni ini masih
berlaku di Switzerland dan beberapa Negara yang didalamnya terdapat
bentuk referendum dan inisiatip. Dibeberapa Negara sangat memungkinkan
bagi rakyat untuk memulai dan mengadopsi hukum, bahkan untuk
mengamandemengkan konstitusional dan menetapkan permasalahan public
politik secara langsung tampa campur tangan representative.
Demokrasi Pertama Di Indonesia
Demokrasi pertama di Indonesia yaitu demokrasi terpimpin yang dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Latar Belakang dikeluarkan dekrit Presiden :
- Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.
- Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
- Situasi politik yang kacau dan semakin buruk.
- Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme. Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional
- Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit sekali untuk mempertemukannya. Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai.
- Demi
menyelamatkan negara maka presiden melakukan tindakan mengeluarkan
keputusan Presiden RI No. 75/1959 sebuah dekrit yang selanjutnya dikenal
dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Tujuan dikeluarkan dekrit
adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara.
Isi Dekrit Presiden adalah sebagai berikut.
- Pembubaran konstituante
- Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
- Pembentukan MPRS dan DPAS.
Reaksi dengan adanya Dekrit Presiden:
Rakyat
menyambut baik sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas politik
yang telah goyah selama masa Liberal. Mahkamah Agung membenarkan dan
mendukung pelaksanaan Dekrit Presiden. KSAD meminta kepada seluruh
anggota TNI-AD untuk melaksanakan pengamanan Dekrit Presiden. DPR pada
tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk
melakanakan UUD 1945.
Dampak positif
Diberlakukannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.Menyelamatkan negara
dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan. Memberikan pedoman
yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.Merintis pembentukan
lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa
DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.
Dampak negatif
Diberlakukannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.Ternyata UUD 1945
tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya
menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan
pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka. Memberi
kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara. Hal
itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde
Baru. Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik.
Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik
yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap
terasa sampai sekarang.
Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin
Demokrasi
Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan
Sukarno. Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat
itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno.